Rekonstruksi Analogi Dalam Hukum Pidana Sebagai Metode Penafsiran Hukum Untuk Pembaharuan Hukum Pidana Dengan Pendekatan Aliran Progresif

Lucky Endrawati

Sari


Dalam situasi hukum perundang-undangan yang mengatur tentang Hukum Pidana,
dimana bersifat elitis, maka apabila penerapan hukum perundang-undangan dilakukan
dengan menggunakan konsep hukum sebagaimana yang dipahami dalam tradisi
berpikir legal-positivism; yang memandang hukum hanya sebatas pada lingkaran
peraturan perundang-undangan dan yang melakukan pemaknaan perundang-undangan
secara formal-tekstual; dengan mengabaikan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, maka
yang akan terjadi adalah hukum yang mengabdi kepada kepentingan elit, bukan kepada
kepentingan masyarakat luas, sehingga tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan akan
semakin jauh dari apa yang diharapkan. Rekonstruksi analogi dalam hukum pidana di
Indonesia untuk masa yang akan datang sangatlah diperlukan sebagai upaya untuk
memperbaharui hukum pidana di Indonesia melalui pendekatan hukum progresif, yakni
dengan cara dari atribut-atribut yang melekat, yang mengutamakan penjatuhan sanksi
pidana, terutama pidana yang merampas kemerdekaan seseorang sebagai ultimum
remidium, yang mengutamakan pula manusia itu diatas hukum, dan bukan sebaliknya.
Hukum hanya sebagai sarana untuk menjamin dan menjaga berbagai kebutuhan
manusia. Hukum tidak lagi dipandang sebagai dokumen yang absolut dan ada secara
otonom. Hukum progresif yang bertumpu pada manusia, membawa konsekuensi
pentingnya kreativitas. Kreativitas dalam konteks penegakan hukum selain
dimaksudkan untuk mengatasi ketertinggalan hukum, ketimpangan hukum, juga
dimaksudkan untuk membuat terobosan-terobosan hukum bila perlu melakukan rule
breaking. Terobosan-terobosan ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan kemanusiaan
melalui bekerjanya hukum, yaitu hukum yang membuat bahagia.


Teks Lengkap:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.33603/hermeneutika.v2i1.1116

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


execute(); ?>