TINDAK PIDANA MEMBERIKAN KETERANGAN PALSU DALAM DOKUMEN AKTA NIKAH

Gabriel Mario Novendra, Anshori Anshori

Sari


Akta Nikah atau yang lebih dikenal dengan Buku Nikah merupakan akta otentik karena sengaja dibuat oleh PPN (Pegawai Pencatat Nikah) sebagai alat bukti pernikahan. Di dalam perkawinan apabila seseorang memalsukan segala sesuatu untuk perkawinannya, padahal sebetulnya ia tahu bahwa perkawinan yang sah haruslah memenuhi persyaratan dan tercatat di KUA, dan perbuatan ini terdapat unsur pidannya dalam pemalsuan buku nikah yang menimbulkan sanksi hukuman pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan tindak pidana memberikan keterangan palsu terhadap dokumen akta nikah diatur dalam ketentuan Pasal 263, Pasal 264 dan Pasal 266 KUHP. Dalam Perkara Nomor 256 K/Pid/2015 Majelis Hakim menjatuhkan Putusan kepada Terdakwa berdasar pada ketentuan Pasal 266 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: Barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte authentiek tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akte itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahunâ€. Meskipun hukuman pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada Terdakwa hanya 5 (lima) bulan. Solusi terhadap tindak pidana memberikan keterangan palsu yang berakibat dibatalkannya suatu perkawinan dalam Putusan Nomor 4458/Pdt.G/2021/PA.JS adalah dimintakannya pertanggungjawaban kepada Abdul Kadir Zailani Djindan bin Alwi Djindan untuk tetap menafkahi anak biologisnya yang bernama Sulthan Djindan. Dalam hal ini, meskipun suatu perkawinan antara Abdul Kadir Zailani Djindan dengan Prayuvita batal demi hukum, namun tanggungjawabnya untuk menafkahi anak biologisnya tidak ikut batal. Artinya Abdul Kadir Zailani Djindan tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban nafkah bagi anaknya.


Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Anshori, H, Materi Kuliah Hukum Islam, (Tanggerang Selatan: Al- Qalam, 2022).

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada, 2006).

Adam Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991).

Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata Untuk Mahasiswa Dan Praktisi (Bandung: Bandar Maju, 2005).

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009).

Muhammad Zein dan Mukhtar Al-shadiq, Membangun Keluarga Harmonis, (Jakarta: Graha Cipta, 2005).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitan Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2014).

Tolib Effendi, Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2015).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Wahyu Ernaningsih, Hukum Perkawinan Indonesia, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2006).

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).




DOI: http://dx.doi.org/10.33603/publika.v10i2.7843

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


This work is licensed under a Creative Commons Attribution - Share Alike 4.0 International License
execute(); ?>